Ketika Manusia dan Air Rebutan Lahan.
Memasuki pekan pertama bulan februari,masyarakat indonesia
terutama wilayah jakarta,tangerang dan sekitarnya dikejutkan dengan datangnya
hujan yang turun hingga beberapa hari secara terus menerus,dengan intensitas rendah,sedang
bahkan tinggi dan mungkin kejadian ini masih akan terus berulang sampai
penghujung bulan februari 2015.
Seperti biasa ketika intensitas hujan semakin meningkat maka
problema klasik yang muncul adalah genangan air bahkan sampai kepada tahap banjir
yang menggenangi jalan raya,perkampungan,perkantoran,perumahan bahkan sampai
istana negara pun tak luput dari terjangan banjir tersebut.
Tidak hanya warga miskin yang merasakan akibat dari luapan
air tersebut,para konglongmerat yang tinggal di kota-kota besar dengan
perumahan serba elite nya pun terimbas banjir,mulai dari macet
dimana-mana,sampai menyebabkan segala sendi aktifitas menjadi lumpuh karenanya.
Manusia penyebab banjir.
Banjir yang terjadi ini bukan semata kesalahan alam,itulah
kesimpulan yang pertama saya ambil ketika memperhatikan fenomena banjir di
indonesia terutama jakarta dan sekitarnya,yang paling saya soroti adalah
terjadinya perebutan lahan antara manusia dengan air.mengapa saya katakan
banjir yang kerap melanda ibukota dan sekitarnya karena disebabkan perebutan
lahan...?
Sifat air adalah selalu bergerak dari
dataran tinggi ke wilayah yang lebih rendah,serta air selalu mengisi tempat
yang kosong,nah dari sifat air yang sedemikian rupa maka ketika terjadi
hujan,air akan mencari daerah resapan,kemudian setelah area-area daratan sudah
tidak lagi bisa meresapkan air tersebut kedalam tanah maka selanjutnya air akan
mengalir dari yang lebih tinggi ke wilayah yang lebih rendah.
Wilayah ibukota jakarta dan juga wilayah-wilayah lainya
sudah jarang sekali terdapat area yang bisa berfungsi menjadi daerah
resapan,karena ulah manusianya yang berlomba-lomba memanfaatkan area kosong
tersebut untuk segala keperluan manusia itu sendiri tanpa memikirkan jatah
alam,area kosong dimanfaatkan untuk perumahan,bantaran kali disulap menjadi
perumahan,waduk,kolam dan pesawahan ramai-ramai di timbun untuk
komersialisasi,belum lagi pembangunan infrastruktur yang mengacuhkan resapan
air dan aliran air,maka jika itu terus menerus terjadi tunggulah saatnya banjir
bukan menjadi tragedi tapi menjadi tradisi.
Mengatasi banjir atau mencegah banjir.
Sebuah pertanyaan yang acapkali simpang siur kita dapatkan
pada masa sekarang,masyarakat dan pemerintah bahu membahu hanya untuk mengatasi
banjir,bukan bahu membahu untuk menanggulangi banjir. Padahal yang dibutuhkan
bukan mengatasi banjir,lah mbok sampek kapan banjir tidak bisa di atasi,kalau
bikin tambah ke atas banjirnya malah memungkinkan,wong banir itu bukan karena
niat air itu kok,karena ada kesempatan, eh maksud saya karena air itu mencari
haknya untuk diresap oleh tanah,karena area resapanya di ambil paksa oleh
manusia,ya dia membanjiri manusia.
Masyarakat dan pemerintah sebaiknya mencari solusi untuk
mencegah banjir itu selalu datang kembali,pengerukan sungai,pembersihan bantaran
kali dari perumahan liar,pengadaan taman-taman yang bisa menjadi resapan
air,waduk,kolam,sistem drainase serta infrastruktur yang ramah lingkungan
adalah beberapa cara yang masih memungkinkan bagi manusia untuk mencegah banjir
selalu datang,ohya ada lagi,pembalakan hutan secara brutal juga menjadi faktor
penyebab banjir lho,perlu juga dipikirkan itu.
Ketika Manusia dan Air Rebutan Lahan. |
Air.....
Jika sedikit bisa menjadi kawan...
Jika besar bisa menjadi lawan...