Jangan Sepelekan Alergi Pada Anak.
Alergi ternyata tak hanya menyerang
kulit atau paru seperti yang selama ini kita ketahui, melainkan semua organ
tubuh, termasuk otak. Bagaimana mengenali alergi pada anak?
Menurut Dr. Widodo Judarwanto, Sp.A
dari Children Allergy Center RS Bunda, Jakarta, alergi pada anak ternyata tidak
sesederhana seperti yang diduga. Sebelumnya, sering kita dengar bahwa gejala
alergi adalah batuk, pilek, sesak dan gatal di kulit. “Padahal, alergi dapat
menyerang semua organ dan sistem tubuh, mulai paru, kulit, saluran kencing,
jantung, bahkan susunan saraf pusat (otak),” tegas Widodo.
Ternyata banyak bahaya dan
komplikasi alergi yang bisa terjadi, sehingga sangat berisiko mengganggu tumbuh
kembang anak. “Risiko dan tanda alergi ini dapat diketahui sejak anak dilahirkan,
bahkan terkadang sejak dalam kandungan pun sudah bisa terdeteksi. Jadi, alergi
sebetulnya dapat dicegah sejak dini,” lanjutnya.
Apa sebetulnya alergi? Alergi adalah
kumpulan gejala akibat reaksi kekebalan tubuh (respon imun) yang berlebihan,
yang diakibatkan oleh beberapa penyebab atau pencetus. Alergi dapat diturunkan
dari orangtua atau kakek/nenek penderita. “Jadi, bila ada orangtua, keluarga
atau kakek-nenek yang menderita alergi, kita harus mewaspadai tanda alergi pada
anak,” terang Widodo. Bila ada salah satu dari kedua orangtua (ayah misalnya)
yang menderita gejala alergi, maka risiko yang mungkin diturunkan pada anak
sekitar 25 30 persen. Sementara bila kedua orangtua alergi, maka risiko
alergi menurun ke anak pun meningkat menjadi 60 70 persen.
Untuk mengetahui risiko alergi pada
anak, kita harus mengetahui gejala alergi pada orang dewasa. “Pasalnya, gejala
alergi pada orang dewasa juga bisa mengenai semua sistem/organ tubuh anak,”
lanjut Widodo. Gejala dan tanda alergi dapat ditimbulkan oleh beberapa pencetus
atau penyebab, di antaranya:
a.Makanan
Pada bayi dan anak, makanan merupakan pencetus utama, sedangkan pada orang dewasa, pengaruh makanan semakin berkurang.
b.Bukan makanan, antara lain:
1. Inhalasi/hirupan: debu (karpet/filter AC), serbuk sari bunga tanaman, bulu binatang.
2. Kontak: sabun, bahan kimia, atau logam
3. Kecoa
4. Mite/tungau pada kasur, kapuk, dan lain-lain.
1. Inhalasi/hirupan: debu (karpet/filter AC), serbuk sari bunga tanaman, bulu binatang.
2. Kontak: sabun, bahan kimia, atau logam
3. Kecoa
4. Mite/tungau pada kasur, kapuk, dan lain-lain.
GANGGUAN PENCERNAAN
Alergi yang sering berulang dan tidak dikendalikan ternyata juga dapat mengganggu susunan saraf pusat (SSP atau otak). Secara pasti, mekanisme timbulnya gangguan tersebut belum dapat dijelaskan. “Diduga, gangguan SSP itu diakibatkan oleh pengaruh beberapa zat stimulan yang dikeluarkan oleh pencernaan penderita alergi, yang biasanya juga terganggu. Di samping itu, perubahan hormonal pada penderita alergi diduga juga ikut berperan dalam gangguan tersebut,” kata Widodo.
Alergi yang sering berulang dan tidak dikendalikan ternyata juga dapat mengganggu susunan saraf pusat (SSP atau otak). Secara pasti, mekanisme timbulnya gangguan tersebut belum dapat dijelaskan. “Diduga, gangguan SSP itu diakibatkan oleh pengaruh beberapa zat stimulan yang dikeluarkan oleh pencernaan penderita alergi, yang biasanya juga terganggu. Di samping itu, perubahan hormonal pada penderita alergi diduga juga ikut berperan dalam gangguan tersebut,” kata Widodo.
Gangguan otak yang terjadi antara
lain keluhan sakit kepala berulang, gangguan tidur, keterlambatan bicara, serta
gangguan perilaku. “Gangguan perilaku yang sering terjadi antara lain emosi
berlebihan, agresif, overaktif, gangguan belajar, gangguan konsentrasi,
gangguan koordinasi, hiperaktif hingga autisme,” lanjutnya.
Selain gangguan SSP, alergi juga
bisa mengganggu berbagai sistem dan organ tubuh lain. Akibatnya, tentu sangat
mengganggu tumbuh-kembang anak. Gangguan yang sering muncul adalah malnutrisi
(kurang gizi). “Berat dan tinggi badan anak kurang dibanding tinggi badan anak
lain yang normal seusianya,” tambah Widodo. Malnutrisi biasa terjadi pada anak
di atas usia 4-6 bulan, dimana anak mulai dikenalkan makanan baru yang
terkadang mengakibatkan alergi atau gangguan. “Ini berakibat gangguan
pencernaan seperti sulit makan, sering muntah, sering diare, sering kembung dan
sebagainya, yang berisiko terjadinya malnutrisi.”
Gejala gangguan pencernaan yang
sering timbul antara lain rewel, terus-terusan menangis, kolik di malam hari
pada anak di bawah 3 tahun, bayi dengan riwayat berak darah, dan bayi dengan
riwayat diare berulang.
TAK PERLU OBAT
Untuk mendeteksi alergi, banyak tahap yang dilakukan. Yang pertama adalah anamnesa, yakni melihat riwayat orang tua/keluarga/kakek-nenek dan riwayat penyakit sering berulang. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. “Antara lain skin test allergy, foto rontgen (foto polos dada), pemeriksaan laboratorium, dan lainnya,” ujar Widodo.
Untuk mendeteksi alergi, banyak tahap yang dilakukan. Yang pertama adalah anamnesa, yakni melihat riwayat orang tua/keluarga/kakek-nenek dan riwayat penyakit sering berulang. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. “Antara lain skin test allergy, foto rontgen (foto polos dada), pemeriksaan laboratorium, dan lainnya,” ujar Widodo.
Penanganan alergi pada anak memang
harus dilakukan secara benar dan berkesinambungan. “Pemberian obat
terus-menerus bukanlah jalan terbaik. Yang paling ideal adalah menghindari
pencetus yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut,” jelas Widodo.
Secara teoritis, alergi memang tak
bisa dihilangkan, tetapi dapat dijarangkan frekuensi kekambuhannya serta
dikurangi beratnya keluhan. Dengan pertambahan usia anak, di usia 6-7 tahun,
pencetus alergi makanan biasanya akan semakin berkurang atau hilang. “Namun,
yang sering terjadi, orangtua justru terus memberikan makanan pencetus alergi
pada anak, dengan tujuan agar anak kebal dan tidak lagi alergi. Ini tidak benar
dan tidak akan mengurangi gejala alergi, tetapi malah memperberat.”
sumber : Dokter sehat