Inspirasi Dari Emper Angkringan. ( part 2).
Dari perbincangan inilah mbah daur mencoba mengurai permasalahan yang sedang mbah daur alami tentang mencari inspirasi bagaimana model merenovasi rumah rekan mbah daur yang sudah mbah daur ceritakan sebelumnya.
dalam perbincangan yang hangat dan kekeluargaan ada salah satu yang memberi solusi agar mbah daur menemui seseorang yang bernama arifin yang notabene memang desainer dalam bidan civil tentunya perumahan pun pasti dah ngelotok diluar kepala.
Seperti mendapat durian runtuh mbah daur mendengar solusi tersebut setelah berbasa basi sebentar dan mendapatkan alamat Arifin tersebut mbah daur bergegas untuk segera menghubunginya dan bersegera mendiskusikan tentang uneg uneg mbah daur.
singkat cerita semua yang menjadi kegundah gulanaan mbah daur tentang desain rumah rekan mbah daur yang akan direnovasi tersebut terjawab sudah dan sekarang sudah finishing dengan hasil yang memuaskan.
itulah sekelumit cerita tentang mencari inspirasi dari emperan dimana sering kita jumpai berjamurnya angkringan,tentu rekan mbah daur sudah tahu dan paham apa itu angkringan..? kalau belum tau mbah daur akan coba bahas sebentar tentang angkringan yang mbah daur dapat dri berbagai sumber terpercaya.
Angkringan (berasal dari bahasa Jawa ' Angkring ' yang berarti duduk santai) adalah sebuah gerobag dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di setiap pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di Solo dikenal sebagai warung hik ("hidangan istimewa a la kampung") atau wedangan. Gerobag angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu senthir, dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.
Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan lain-lain. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.
Meski harganya murah, namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.
Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau SARA. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malam meskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santai membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekedar melepas lelah.